Kamis, 04 November 2010

Peranan Mahasiswa

KATA PENGANTAR


Bismillahirrahmaanirrahiim,
Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat illahi rabbi yang mana berkat rahmat dan hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang diajukan pada mata kuliah “Bahasa Indonesia” dengan judul peranan mahasiswa era modern.”Shalawat beserta salam marilah kita curahkan selalu kepada baginda alam yakni nabi Muhammad saw.

Makalah ini adalah sebuah karya yang kami susun berkat kerja sama dan bantuan dari pihak-pihak yang terkait.Maka dari itu kami mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang ikut berperan aktif dalamm terwujudnya makalah ini.Terutama pada orang tua yang telah memberikan dukungan baik moril maupum materil serta sahabat-sahabat kami yang senantiasa memberikan motivasi.

Makalah yang kami susun ini bukanlah sesuatu yang sempurna, akan tetapi makalah ini terlahir dari kerja keras kami.Dalam penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan-kekurangan yang harus di perbaharui maka dari itu, kami mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran supaya dalamm pembuatan makalah yang selanjutnya bisa menjadi lebih baik lagi.Terimakasih.

Billahitaufiq wal hidayah
Wassalammu’alaikum Wr.Wb.







DAFTAR ISI
1.Kata Pengantar ………………………………………………………………………….. 1
2. Daftar Isi ……………………………………………………………………………….. 2
3. BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………….. 3
A. Latar Belakang ………………………………………………………………… 3
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………... 5
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………. 5
4. BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………… 6
A. Peran Mahasiswa ………………………………………………………………. 6
B. Tntangan Mahasiswa Dalam Dunia Pendidikan ………………………………. 8
C. Problem Internal Pendidikan Agama ………………………………………….. 9
D. Peran Mahasiswa ……………………………………………………………… 12
D.1 Mahasiswa Sebagai “Iron Stock” ……………………………………. 12
D.2 Mahasiswa Sebagai “Guardian of Value” …………………………… 13
D.3 Mahasiswa Sebagai “Agent of Change” …………………………….. 14
E. Fungsi Mahasiswa ……………………………………………………………... 15
F. Posisi Mahasiswa ………………………………………………………………. 16
5. BAB III PENUTUP …………………………………………………………………… 18
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………. 18
B. Saran …………………………………………………………………………… 19
6. Daftar Pustaka ………………………………………………………………………….. 20







BAB II
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fenomena yang terjadi pada zaman sekarang ini telah terlihat bahwa arus globalisasi masuk dengan derasnya. Tanpa adanya filterisasi yang kuat dan penanaman moral, agama dan nilai-nilai sosial yang kuat, kita akan terjerumus di dalamnya. Sudah sering sekali juga kita jumpai tempat-tempat hiburan malam seperti diskotik, pub, cafe, dan kemungkinan tempat-tempat prostitusi. Narkotika dan obat-obatan yang terlarang tak luput jua dari sebuah fenomena mahasiswa kini. Era globalisasi besar saat ini mengancam penerus bangsa membuat sebuah kekacauan di dunia akademisi. Mahasiswa banyak yang terlena akan tugas utama yang diembannya. Aksi sebuah media massa yang sudah menjamur di kalangan masyarakat umum turut ikut campur. Tontonan yang bersifat vulgar, dan seronok melatar belakangi hal-hal tersebut. Di era tahun 1960-an sampai dengan 1980-an, mahasiswa sangat progresif sekali dalam minat belajar, ketidakmampuan mereka dalam hal keuangan, kendala-kendala dalam sarana dan pra sarana akademisi diterjang bebas demi cita-cita mereka. Tetapi jika bandingkan saat ini yang serba prakitis dan efisien, membuat mahasiswa menjadi malas dan terlena akan keserba praktisannya itu. Meskipun itu hanya sebuah fenomena yang sifatnya relatif dan tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak juga yang progresif dalam belajar dan dunia akademisi. Seperti halnya di kota kita ini yang menjadi sasaran empuk para pengusaha-pengusaha hiburan malam. Di antara banyak yang menyediakan berbagai macam acara agar para konsumen (mahasiswa khususnya) dapat terjebak ke dunia hedon. Ke khawatiran yang lainnya juga penaman jiwa mahasiswa dan tugas-tugas yang diemban dalam ranah berkewarganegaraan. Mahasiswa sebagai pengontrol kebijakan pemerintah kini tidak lagi tampak taringnya. Ini adalah hal substansi kedua dimana tugas-tugas mahasiswa yang pokok selain belajar. Masalah krusial ini harus disadarkan kembali kepada mahasiswa dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah pendekatan secara psikologis. Pemberdayaan mahasiswa melalui sektor informal akan lebih bersinergi, melalui ranah aktivitas-aktivitas kampus, maupun luar kampus. Ini akan lebih efektif daripada hanya kuliah dan setelah kuliah lalu pulang. Pendidik disini seharusnya memberikan sebuah pengarahan yang signifikan terhadap mahasiswa, dan memberikan sebuah celah-celah kegiatan yang berhubungan dengan akademisi. Hal-hal tersebut akan membuat sebuah kemandirian dan rasa tanggung jawab yang penuh yang berfungsi di masyarakat di masa depannya. Revolusi kesadaran mahasiswa dengan peningkatan secara kualitatif dan kualitatif aspek yang memberikan ide-ide dan solusi yang sifatnya pembaharu. Kita perlu merefleksikan diri kita, apakah kita menjadi seorang yang hedon, dan yang apatis terhadap bangsa dan negara, serta berkiblat pada westernisasi yang sifatnya negatif. Seharusnya di era modern ini yang sifatnya praktis dan mudah, penulis yakin mahasiswa dapat progresif dalam dunia akademisi. Tinggal bagaimana kesadaran kita dan kewajiban kita dituntut untuk merekonstruksi sendi-sendi akademisi ini, agar kita meciptakan sebuah revolusi pendidikan dan progresif dalam membangun negeri ini di tengah terjangan modernitas.








B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah peran mahasiswa islam dalam menghadapi era globalisasi ?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi kebudayaan mahasiswa ?
3. Tantangan apa saja yang dihadapi Mahasiswa dalam menghadapi era modern ?
4. Apa saja Fungsi mahasiswa dalam era modern ?
5. Sejauh apakah posisi mahasiswa saat ini.

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan tentang peranan mahasiswa islam dalam era Globalisasi.
2. Menjelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi kebudayaan mahasiswa.
3. Menjelaskan tentang tantangan yang di hadapi mahasiswa dalam era modern.
4. Menjelaskan tentang fungsi mahasiswa dalam era modern.
5. Menjelaskan tentang posisi mahasiswa.
























BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran Mahasiswa
Mahasiswa dipilih sebagai pelaku karena memiliki potensi yang besar sebagai agen perubahan. Mahasiswa sebagai segmen pemuda yang tercerahkan Karena memiliki kemampuan intelektual. Mahasiswa sebagai orang yang memiliki kemampuan logis dalam berfikir sehingga dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Sebagai bagian dari pemuda, mahasiswa juga memiliki karakter positif lainnya, antara lain idealis dan energik.dealis berari (sehrusnya) mahasiswa masih belum terkotori oleh kepentingan pribadi, juga belum terbebabni oleh beban sejarah atau beban posisi. Artinya mahasiswa masih bebas menempatkan diri pada posisi yang dia anggap terbaik, tanpa adanya resistansi yang lebih besar. Sedangkan energik berarti pemuda biasanya siap sedia melakukan “kewajiban” yang dibebankan oleh suatu ideology manakala dia telah meyakini kebenaran ideology itu.
Dengan potensi itu, wajar jika pada setiap zaman kemudian pemuda memegang peranan penting dalam perubahan kaumnya. Kita lihat kisah Ibrahim as sang pembaharu, atau kisah pemudi kahfi (Q.S. 18: 9-26) yang masing-masing sigap menerima kebenaran.
Ada ulama yang kemudian menyampaikan bahwa pemuda memiliki 3 peran:
1.Sebagai generai penerus (Q.S Ath Thur : 21); meneruskan nilai-nilai kebaikan yag ada pada suatu kaum.
2.Sebagai generasi pengganti (Q.S. Maidah : 54); menggantikan kaum yang memang sudah rusak dengan karakter mencintai dan dicintai Allah, lemah lembut kepada kaum mu’min, tegas kepada kaum kafir, dan tidak takut celaan orang yang mencela.
3.Sebagai generai pembahari (Q.S. Maryam : 42); memperbaiki dan memperbaharui kerusakan yang ada pada suatu kaum.
Islam adalah sebuah ideology yang memberikan energi besar bagi perubahan. Hal ini dimungkinkan karena karakter Islam yang syumul, mewarnai seluruh aspek kehidupn dan mengatur seluruh bagian manusia.
Berbicara tentang perubahan, tentunya akan memunculkan pertanyaan mengapa harus ada perubahan? Kondisi saat ini sangat jauh dari ideal. Tidak perlu kita pungkiri bahwa masyarakt (termasuk atau terutama di Indonesia) saat ini masih cukup jauh dari Islam. Contoh yang jelas tampak di permukaan adalah pada moral masyarakat, misalnya korupsi yang membudaya atau adanya pergaulan bebas. Oleh karena itu tidak salah jika ada ulama yanh mengatakan kondisi sekarang sebagai jahiliyah modern.
Melakukan perubahan adalah perintah si dalam ajaran Islam, sebagaimana dalam sebiuah hadits Rasulullah SAW menyatakan bahwa orang yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah orang yang beruntung, orang yang hari ini sama dengan kemarin berarti rudi, dan orang yang hari ini lebih buruk dari kemarin adalah celaka. Artinya kalau kita membiarkan kondisi statis tanpa perubahan –apalagi membiarkan perubahan ke arah yang lebih buruk- berarti kita tidak termasuk orang yang beruntung. Juga di dalam Ali Imran:104 Allah memerintahkan agar ada kaum yang menyeru kepada kebaikan –sebagai sebuah perubahan.
Dengan mengetahui sedimikian hebat dan canggihnya usaha musuh-musuh Islam khususnya Yahudi di dalam memurtadkan atau minimal mensekulerkan kaum muslimin, dan hasil usaha mereka telah mencengkeram berurat berakar pada tubuh kaum muslimin, tibul pertanyaan : Apakah kondisi yang demikian parah tidak dapat dirubah? Lalu siapakah yang mampu merubah kondisi tersebut? Dan bagaimana caranya?
Sudah merupakan sunatullah bahwa pergiliran kemenangan merupakan suatu kepastian yang akan terjadi. Maka perubahan menuju kejayaan Islam dan kaum muslimin bukanlah suatu hal yang mustahil. Yang paling bertanggungjawab akan kebangkitan Islam bukanlah orang lain melainkan tentu saja umat Islam itu sendiri, khususnya para pemuda pemudi dan lebih khusus lagi para mahasiswa dan mahasiswi Islam.
Sejarah membuktikan unsur utama perubah kekalahan menjadi kemenangan adalah generasi muda. Sejak zaman para nabi hingga sekarang para pemudalah yang menjadi garda depan perubahan kondisi ummat.
Para pemuda seharusnya menyadari bahwa inilah saat yang paling tepat untuk beubah dan ikut merubah kondisi. Rasulullah bersabda: Gunakanlah lima perkara sebelum dating lima perkara yaitu :
1.Hidupmu sebelum matimu
2.Kesehatanmu sebelum sakitmu
3.Masa luangmu sebelum kesibukanmu
4.Masa mudamu sebelum masa tuamu
5.Masa kayamu sebelum masa miskinmu
Untuk perisai bagi terjaganya waktu muda maka perlu memperhatikan suatu riwayat tentang adanya pertanyaan penting di akhirat kelak khususnya kepada para pemuda yakni:
1.Umurnya, untuk apa ia habiskan?
2.Tentang masa mudanya, juga untuk apa ia manfaatkan?
3.Hartanya, darimana ia peroleh dan kemana ia infakkan (keluarkan)?
4.Ilmunya, apa yang telah ia lakukan dengan ilmunya itu?

Masa muda memang penuh tantangan yang harus digunakan untuk mencapai kedewasaan, kematangan dan kepribadian Islami yang benar-benar tangguh. Seorang pemuda yang banyak melakukan penyimpangan akhlak, pemikiran dan tugas-tugas dimana letak keindahannya? Untuk itu Ia harus memperbaiki diri bersama Islam, bersama orang-orang shaleh, yang bersama-sama meningkatkan kualitas akhlaknya, Ilmu, wawasan, amal, kekuatan fisik dan kemandirian.
B. Tantangan Mahasiswa Dalam Dunia Pendidikan
Hampir semua ahli memprediksi di Indonesia tidak akan lagi terjadi involusi (berputar-putar) kebudayaan, dan justru negara ini akan segera memasuki era yang berkebudayaan mo dern. Dengan kata lain, masyarakat sedang mengalami transisi dari masyarakat agraris tradisional ke arah industrial modern.
Pengalaman negara-negara maju menunjukkan masyarakat industrial modern akan membawa konsekuensi munculnya nilai-nilai baru.
Pertama rasionalisme akan menyebabkan dipertanyakannya sejumlah nilai yang berkembang dari doktrin-doktrin agama.
Kedua sekularisme, yang berarti mengecilnya wilayah agama yang kemudian hanya terbatas pada soal-soal pribadi dan keluarga, dan sama sekali doktrin-doktrin agama itu menjadi tidak relevan dengan soal-soal kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ketiga, terdesaknya nilai-nilai idealisme oleh pragmatisme, nilai-nilai kebersamaan oleh individualisme, nilai-nilai sakral (suci) oleh profance (dunia). Nilai-nilai itu sesungguhnya berkembang bersamaan dengan paham materialisme, hedonisme dan konsumerisme.
Dilihat dari sudut berkembangnya nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat industrial modern itu, ada tantangan yang mungkin dihadapi pendidikan Islam. Pertama, lembaga-lembaga pendidikan formal agama akan kehilangan daya tarik bagi masyarakat. Sebab pengetahuan agama tidak menjanjikan masa depan material yang cukup untuk mengikuti arus budaya mo dern. Kedua, pendidikan agama di sekolah umum juga semakin kurang diminati oleh pelajar. Hal ini disebabkan oleh pandangan anak didik bahwa sukses di mata pelajaran agama tidak akan ikut menentukan karir pendidikan dan kehidupan.
C. Problem Internal Pendidikan Agama
Jika ditinjau dari sudut kualitas, sesungguhnya ada tantangan internal yang harus segera dijawab jika kita tidak ingin pendidikan agama akan kehilangan relevansinya.Salah satu di antaranya ialah kenyataan bahwa agama itu tidak disuguhkan menjadi suatu materi pendidikan yang menarik. Banyak sekali pengulangan materi dari tingkat terbawah sampai tingkat teratas. Hal ini menyebabkan pelajaran agama menjadi hal yang menjemukan.
Hal ini ditambah pula dengan kenyataan pendidikan agama lebih bersifat indoktrinatif dari pada rangsangan untuk berpikir kritis. Keadaan demikian, kecuali menyebabkan pendidikan agama itu menjadi tidak menarik, juga menyebabkan kurang mendukung perkembangan intelektualisme.
Padahal perkembangan Indonesia di masa-masa yang akan datang justru sangat memerlukan pijakan intelektual yang lebih kokoh. Dan karena keadaan itu, maka pertumbuhan intelektualisme Islam dari lembaga-lembaga pendidikan Islam tidak seperti yang diharapkan. Oleh karena itu tampaknya perlu reorientasi mendasar terhadap pendidikan agama. Kecuali perlunya penjenjangan materi, pendidikan agama itu sendiri jangan hanya bersifat normatif tetapi juga bersifat historis.
Anak didik harus sudah mulai diperkenalkan sejak dini kaitan antara ajaran-ajaran Islam normatif dan tradisi-tradisi Islam yang lahir dalam konteks historis. Dengan demikian, anak didik akan terbiasa berfikir kritis, suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan masyarakat kita di masa depan.Di samping kenyataan di atas, ada suatu penekanan pendidikan yang tidak memberikan pijakan yang kondusif bagi lahirnya manusia yang memiliki prospek intelektualisme yang cerah.
Di sekolah-sekolah agama, juga di sekolah-sekolah umum, pendidikan tampaknya memberikan bobot yang berat pada pendidikan untuk komitmen masa lalu.
Pelajaran PPkn, sejarah nasional, sejarah Islam, dan budi pekerti diberikan bukan dalam wataknya yang dinamis tetapi konservatif.Persoalan lain yang tampaknya menjadi kendala bagi lahirnya manusia untuk terjun ke dalam era industrial ialah pendidikan yang tidak merangsang berkembangnya kreativitas.Kelihatannya dari sekian banyak materi pelajaran merupakan ilmu yang sudah jadi. Di lain pihak, masih sedikit materi itu diberikan dengan metode merangsang pelajar untuk melakukan penelitian secara mandiri maupun kolektif.
Persoalan lain yang memerlukan perhatian kita ialah mengapa bangsa kita memiliki etos kerja yang rendah. Beberapa pihak menuding sistem pendidikan kita sebagai kambing hitam.Jika tudingan itu dianggap sebagai kritik membangun, maka masalahnya bahwa pendidikan kita kurang mendukung lahirnya mental berspekulasi. Mulai dini anak sudah disuguhi bahwa role model (teladan peran) mereka adalah orang-orang profesional yang bekerja pada sektor-sektor yang memberikan jaminan ekonomi stabil, walaupun pas-pasan. Sangat langka mereka diberikan role model yang memiliki jiwa entrepreneur.
Jika semua itu dikaitkan dengan pendidikan agama, masalahnya bagaimana menjadikan agama itu sebagai spirit atau roh bagai lahirnya manusia yang memiliki orientasi ke depan.
Jika tidak, pendidikan agama hanya akan berfungsi marginal dan akan melahirkan manusia-manusia yang terasing dari arus perkembangan zaman atau yang selalu reaktif terhadap munculnya budaya baru.
Untuk memperkirakan masa depan dunia pendidikan agama, ada dua hal yang harus di perhatikan.
Pertama, sikap pemerintah yang melihat apakah pendidikan itu sebagai instrumen untuk memenuhi kebutuhan pasaran kerja atau sebagai suatu yang menentukan arah pembangunan kita.
Kedua, pandangan masyakat kita sendiri terhadap makna agama dalam kehidupan modern.
Kedua hal itu akan menentukan masa depan pendidikan agama. Dengan beberapa kemungkinan kebijakan pemerintah di masa yang akan datang dan kecenderungan pemahaman agama dalam masyarakat modern, maka kita bisa memperkirakan beberapa kemungkinan yang akan dialami oleh pendidikan agama.
Pertama, lembaga pendidikan agama akan tetap bertahan seperti sekarang, kedua lembaga pendidikan agama akan semakin tidak menarik, dan ketiga lembaga pendidikan agama harus berubah agar tetap hidup. Ketiga kemungkinan itu akan sangat tergantung pada kemampuan kita untuk menjawab tantangan baik eksternal maupun internal.
Sebagai seorang pendidik, tugas kita sudah sangat jelas, yaitu membangun manusia ideal menurut standar agama. Untuk mewujudkan cita-cita itu, pendidikan agama muntlak diperlukan.Semakin hari tantangan itu semakin besar tetapi tugas kita ialah dalam mengembangkan misi itu harus dilandasi keyakinan bahwa dalam perkembangan yang bagaimana pun agama itu tetap diperlukan. Sebab tanpa agama manusia itu sendiri sudah mengingkari makna atau eksistensinya di muka bumi ini.
Warga kota yang belum sejahtera pada umumnya datang ke tempat perbelanjaan lebih sebagai “pencuci mata” atau sekadar ingin tahu sesuatu yang mungkin baru dalam pajangan meski dengan modal minim atau bahkan tanpa modal. Secara kumulatif, frekuensi masuknya para konsumen dengan daya beli yang rendah dapat terangsang oleh apa yang disaksikan. Karena nafsu kian besar oleh rangsangan etalase tetapi daya beli tetap saja statis atau bahkan semakin berkurang, maka bisa terjadi “social jealousy” atau iri sosial. Iri sosial inilah yang menjadi sumber konflik internal di dalam diri seorang warga. Dengan mudah akumulasi rasa iri sosial dan dengki dapat memicu konflik internal atau konflik kejiwaan seseorang menjadi konflik nyata yang bisa dibelokkan menjadi isu yang beraroma SARA.
Konsumerisme, hedonisme, dan materialisme yang sedang merasuk “living style” atau peradaban bangsa kita saat ini di tengah krisis menimbulkan ketegangan sosial dan psikologis yang tidak kecil. Nafsu akan materi, termasuk haus materi yang dikonsumsi (konsumerisme), dan nafsu akan pemuasan kesenangan biologis (hedonisme) yang menuntut biaya tinggi dihadapkan pada kenyataan suram di dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Nafsu yang terus bertambah tanpa kendali berseberangan dengan daya beli masyarakat yang minim atau sangat minim.
Karena itu, selain penataan kota harus dikaji kembali, antara lain dengan menyeimbangkan perkembangan pertokoan dan perkembangan industri, moralitas masyarakat dan supremasi hukum harus ditegakkan sebagai benteng menghadapi ketegangan atau tensi psikologis antara nafsu yang menggebu dan kenyataan daya beli yang “loyo”. Betapa bahayanya, jika masyarakat akhirnya jatuh pada kebiasaan buruk, yaitu “besar pasak dari tiang.” Kebiasaan buruk inilah yang jadi pupuk penyubur tumbuh dan berkembanganya kejahatan korupsi.
D. Peran Mahasiswa
D.1 Mahasiswa Sebagai “Iron Stock”
Mahasiswa dapat menjadi Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.
Dalam konsep Islam sendiri, peran pemuda sebagai generasi pengganti tersirat dalam Al-Maidah:54, yaitu pemuda sebagai pengganti generasi yang sudah rusak dan memiliki karakter mencintai dan dicintai, lemah lembut kepada orang yang beriman, dan bersikap keras terhadap kaum kafir.
Sejarah telah membuktikan bahwa di tangan generasi mudalah perubahan-perubahan besar terjadi, dari zaman nabi, kolonialisme, hingga reformasi, pemudalah yang menjadi garda depan perubah kondisi bangsa.
Lantas sekarang apa yang kita bisa lakukan dalam memenuhi peran Iron Stock tersebut ? Jawabannya tak lain adalah dengan memperkaya diri kita dengan berbagai pengetahuan baik itu dari segi keprofesian maupun kemasyarakatan, dan tak lupa untuk mempelajari berbagai kesalahan yang pernah terjadi di generasi-generasi sebelumnya.
Lalu kenapa harus Iron Stock ?? Bukan Golden Stock saja, kan lebih bagus dan mahal ?? Mungkin didasarkan atas sifat besi itu sendiri yang akan berkarat dalam jangka waktu lama, sehingga diperlukanlah penggantian dengan besi-besi baru yang lebih bagus dan kokoh. Hal itu sesuai dengan kodrat manusia yang memiliki keterbatasan waktu, tenaga, dan pikiran.

D.2 Mahasiswa Sebagai “Guardian of Value”
Mahasiswa sebagai Guardian of Value berarti mahasiswa berperan sebagai penjaga nilai-nilai di masyarakat. Lalu sekarang pertanyaannya adalah, “Nilai seperti apa yang harus dijaga ??” Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus melihat mahasiswa sebagai insan akademis yang selalu berpikir ilmiah dalam mencari kebenaran. Kita harus memulainya dari hal tersebut karena bila kita renungkan kembali sifat nilai yang harus dijaga tersebut haruslah mutlak kebenarannya sehingga mahasiswa diwajibkan menjaganya.
Sedikit sudah jelas, bahwa nilai yang harus dijaga adalah sesuatu yang bersifat benar mutlak, dan tidak ada keraguan lagi di dalamnya. Nilai itu jelaslah bukan hasil dari pragmatisme, nilai itu haruslah bersumber dari suatu dzat yang Maha Benar dan Maha Mengetahui.

Selain nilai yang di atas, masih ada satu nilai lagi yang memenuhi kriteria sebagai nilai yang wajib dijaga oleh mahasiswa, nilai tersebut adalah nilai-nilai dari kebenaran ilmiah. Walaupun memang kebenaran ilmiah tersebut merupakan representasi dari kebesaran dan keeksisan Allah, sebagai dzat yang Maha Mengetahui. Kita sebagai mahasiswa harus mampu mencari berbagai kebenaran berlandaskan watak ilmiah yang bersumber dari ilmu-ilmu yang kita dapatkan dan selanjutnya harus kita terapkan dan jaga di masyarakat.
Pemikiran Guardian of Value yang berkembang selama ini hanyalah sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada sebelumya, atau menjaga nilai-nilai kebaikan seperti kejujuran, kesigapan, dan lain sebagainya. Hal itu tidaklah salah, namun apakah sesederhana itu nilai yang harus mahasiswa jaga ? Lantas apa hubungannya nilai-nilai tersebut dengan watak ilmu yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa ? Oleh karena itu saya berpendapat bahwa Guardian of Value adalah penyampai, dan penjaga nilai-nilai kebenaran mutlak dimana nilai-nilai tersebut diperoleh berdasarkan watak ilmu yang dimiliki mahasiswa itu sendiri. Watak ilmu sendiri adalah selalu mencari kebanaran ilmiah.
Penjelasan Guardian of Value hanya sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada juga memiliki kelemahan yaitu bilamana terjadi sebuah pergeseran nilai, dan nilai yang telah bergeser tersebut sudah terlanjur menjadi sebuah perimeter kebaikan di masyarakat, maka kita akan kesulitan dalam memandang arti kebenaran nilai itu sendiri.

D.3 Mahasiswa Sebagai “Agent of Change”
Mahasiswa sebagai Agent of Change,,, hmm.. Artinya adalah mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan. Lalu kini masalah kembali muncul, “Kenapa harus ada perubahan ???”. Untuk menjawab pertanyaan itu mari kita pandang kondisi bangsa saat ini. Menurut saya kondisi bangsa saat ini jauh sekali dari kondisi ideal, dimana banyak sekali penyakit-penyakit masyarakat yang menghinggapi hati bangsa ini, mulai dari pejabat-pejabat atas hingga bawah, dan tentunya tertular pula kepada banyak rakyatnya. Sudah seharusnyalah kita melakukan terhadap hal ini. Lalu alasan selanjutnya mengapa kita harus melakukan perubahan adalah karena perubahan itu sendiri merupakan harga mutlak dan pasti akan terjadi walaupun kita diam. Bila kita diam secara tidak sadar kita telah berkontribusi dalam melakukan perubahan, namun tentunya perubahan yang terjadi akan berbeda dengan ideologi yang kita anut dan kita anggap benar.

Perubahan merupakan sebuah perintah yang diberikan oleh Allah swt. Berdasarkan Qur’an surat Ar-Ra’d : 11, dimana dijelaskan bahwa suatu kaum harus mau berubah bila mereka menginginkan sesuatu keadaan yang lebih baik. Lalu berdasarkan hadis yang menyebutkan bahwa orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin adalah orang yang beruntung, sedangkan orang yang hari ini tidak lebih baik dari kemarin adalah orang yang merugi. Oleh karena itu betapa pentingnya arti sebuah perubahan yang harus kita lakukan.
Mahasiswa adalah golongan yang harus menjadi garda terdepan dalam melakukan perubahan dikarenakan mahasiswa merupakan kaum yang “eksklusif”, hanya 5% dari pemuda yang bisa menyandang status mahasiswa, dan dari jumlah itu bisa dihitung pula berapa persen lagi yang mau mengkaji tentang peran-peran mahasiswa di bangsa dan negaranya ini. Mahasiswa-mahasiswa yang telah sadar tersebut sudah seharusnya tidak lepas tangan begitu saja. Mereka tidak boleh membiarkan bangsa ini melakukan perubahan ke arah yang salah. Merekalah yang seharusnya melakukan perubahan-perubahan tersebut.
Perubahan itu sendiri sebenarnya dapat dilihat dari dua pandangan. Pandangan pertama menyatakan bahwa tatanan kehidupan bermasyarakat sangat dipengaruhi oleh hal-hal bersifat materialistik seperti teknologi, misalnya kincir angin akan menciptakan masyarakat feodal, mesin industri akan menciptakan mayarakat kapitalis, internet akan menciptakan menciptakan masyarakat yang informatif, dan lain sebagainya. Pandangan selanjutnya menyatakan bahwa ideologi atau nilai sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Sebagai mahasiswa nampaknya kita harus bisa mengakomodasi kedua pandangan tersebut demi terjadinya perubahan yang diharapkan. Itu semua karena kita berpotensi lebih untuk mewujudkan hal-hal tersebut.
Sudah jelas kenapa perubahan itu perlu dilakukan dan kenapa pula mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam perubahan tersebut, lantas dalam melakukan perubahan tersebut haruslah dibuat metode yang tidak tergesa-gesa, dimulai dari ruang lingkup terkecil yaitu diri sendiri, lalu menyebar terus hingga akhirnya sampai ke ruang lingkup yang kita harapkan, yaitu bangsa ini.
E. Fungsi Mahasiswa
Berdasarkan tugas perguruan tinggi yang diungkapkan M.Hatta yaitu membentuk manusisa susila dan demokrat yang
1. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat
2. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan
3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat
Berdasarkan pemikiran M.Hatta tersebut, dapat kita sederhanakan bahwa tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan akademis, yang selanjutnya hal tersebut akan menjadi sebuah fungsi bagi mahasiswa itu sendiri. Insan akademis itu sendiri memiliki dua ciri yaitu : memiliki sense of crisis, dan selalu mengembangkan dirinya.
Insan akademis harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini akan tumbuh dengan sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu mencari pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi dan terlebih lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya.
Insan akademis harus selalu mengembangkan dirinya sehingga mereka bisa menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan.Dalam hal insan akademis sebagai orang yang selalu mengikuti watak ilmu, ini juga berhubungan dengan peran mahasiswa sebagai penjaga nilai, dimana mahasiswa harus mencari nilai-nilai kebenaran itu sendiri, kemudian meneruskannya kepada masyarakat, dan yang terpenting adalah menjaga nilai kebenaran tersebut.
F. Posisi Mahasiswa
Mahasiswa dengan segala kelebihan dan potensinya tentu saja tidak bisa disamakan dengan rakyat dalam hal perjuangan dan kontribusi terhadap bangsa. Mahasiswa pun masih tergolong kaum idealis, dimana keyakinan dan pemikiran mereka belum dipengarohi oleh parpol, ormas, dan lain sebagainya. Sehingga mahasiswa menurut saya tepat bila dikatakan memiliki posisi diantara masyarakat dan pemerintah.
Mahasiswa dalam hal hubungan masyarakat ke pemerintah dapat berperan sebagai kontrol politik, yaitu mengawasi dan membahas segala pengambilan keputusan beserta keputusan-keputusan yang telah dihasilkan sebelumnya. Mahasiswa pun dapat berperan sebagai penyampai aspirasi rakyat, dengan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis masalah yang tepat maka diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang terjadi di masyarakat beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam menjawab berbagai masalah yang terjadi di masyarakat.

Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu menyosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tak jarang kebijakan-kebijakan pemerintah mengandung banyak salah pengertian dari masyarakat, oleh karena itu tugas mahasiswalah yang marus “menerjemahkan” maksud dan tujuan berbagai kebijakan kontroversial tersebut agar mudah dimengerti masyarakat.
Posisi mahasiswa cukuplah rentan, sebab mahasiswa berdiri di antara idealisme dan realita. Tak jarang kita berat sebelah, saat kita membela idealisme ternyata kita melihat realita masyarakat yang semakin buruk. Saat kita berpihak pada realita, ternyata kita secara tak sadar sudah meninggalkan idealisme kita dan juga kadang sudah meninggalkan watak ilmu yang seharusnya kita miliki. Contoh kasusnya yang paling gampang adalah saat terjadi penaikkan harga BBM beberapa bulan yang lalu.

Mengenai posisi mahasiswa saat ini saya berpendapat bahwa mahasiswa terlalu menganggap dirinya “elit” sehingga terciptalah jurang lebar dengan masyarakat. Perjuangan-perjuangan yang dilakukan mahasiswa kini sudah kehilangan esensinya, sehingga masyarakat sudah tidak menganggapnya suatu harapan pembaruan lagi. Sedangkan golongan-golongan atas seperti pengusaha, dokter, dsb. Merasa sudah tidak ada lagi kesamaan gerakan. Perjuangan mahasiswa kini sudah berdiri sendiri dan tidak lagi “satu nafas” bersama rakyat.











BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ketrampilan mahasiswa merupakan satu persoalan yang besar yang patut kita fikirkan bersama. Bagaimanakah ketrampilan mahasiswa yang wibawa? Adakah dengan berpakaian jubah bertopi pada hari graduasi atau sekadar sama seperti orang lain?
Mahasiswa harus trampil dengan ciri-ciri hebat sebagaimana kita lihat sarjana-sarjana hebat Islam pada satu zaman dahulu. Mereka bukan sahaja menjadi 'icon' bahkan model sehinggakan mereka disebut-sebut namanya sehingga hari ini. Ketrampilan mereka bukan sahaja dari sudut penampilan peribadi seorang tokoh akademik, tetapi wibawa mereka membawa tanggungjawab dan amanah seorang yang berprinsip serta berpegang kepada tali Allah.
Ketrampilan tokoh-tokoh ini lahir dari prinsip keagamaan mereka yang sangat kuat. Kefahaman agama yang mendalam serta meluas. Apa sahaja pengamalan dan kajian mereka akan berasaskan kepada Al-Hak dan kepada-Nya lah mereka akan memohon petunjuk dan
pembelajaran. Sejak dari kecil lagi mereka telah berada hampir dengan agama mereka iaitu Islam. Maka tidak heranlah jika kita lihat hari ini, ramai diantara kita bergelar sarjana, tetapi pencapaian kita sangat jauh ketinggalan dari apa yang mereka perolehi. Kita wajar dan wajib percaya bahawa, ketrampilan yang hebat datang dari kelompok manusia yang berfikir tidak henti-henti dan mencari kebenaran tentang Yang Maha Pencipta.
Kesimpulannya, siapa pemuda yang kita lahirkan hari ini, akan membina negara dan masyarakat masa depan. Peranan mahasiswa sebagai orang berilmu sangat penting dalam menbina teras pembentukan khayra ummah. Mahasiswa perlu memperjelaskan matlamat
hidup, menjadi mahasiswa yang trampil dan wibawa dalam agamanya, ilmu menjadi teras pembinaan jatidirinya (pembudayaan ilmu), serta menjadi pencetus ide pergerakan dan perkembangan (ajen perubah) dalam masyarakat setempatnya. Sikap yang betul terhadap ilmu akan menjadi ilmu itu sebagai ajen kepada diri sendiri.
Hampir semua ahli memprediksi di Indonesia tidak akan lagi terjadi involusi (berputar-putar) kebudayaan, dan justru negara ini akan segera memasuki era yang berkebudayaan mo dern. Dengan kata lain, masyarakat sedang mengalami transisi dari masyarakat agraris tradisional ke arah industrial modern.
Pengalaman negara-negara maju menunjukkan masyarakat industrial modern akan membawa konsekuensi munculnya nilai-nilai baru.
Pertama rasionalisme akan menyebabkan dipertanyakannya sejumlah nilai yang berkembang dari doktrin-doktrin agama.
Kedua sekularisme, yang berarti mengecilnya wilayah agama yang kemudian hanya terbatas pada soal-soal pribadi dan keluarga, dan sama sekali doktrin-doktrin agama itu menjadi tidak relevan dengan soal-soal kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
B. Saran
Karya yang kami susun ini bukanlah karya yang sempurna tapi sesuatu yang lahir dari kerja keras.tentunya kerja keras penyusun bukan tanpa kekurangan hasilnya ini.maka kami senantiasa mengharapkan masukan dan kritikan rekan-rekan pembaca, dan mudah-mudahan rekan-rekan semua dapat menggali terus konsep mengenai Peranan mahasiswa dalam era modern agar kita dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang hal tersebut.Mudah-mudahan dengan terciptanya makalah ini khususnya bagi penyusun umumnya untuk para pembaca bisa mengembangkan atau membuat sebuah alinea yang baik berdasarkan kriteria yang ada.
















DAFTAR PUSTAKA
http://tiuii.ngeblogs.com/2009/10/23/peran-budaya-lokal-memperkokoh-ketahanan-budaya-bangsa-2/
http://staff.undip.ac.id/sastra/dhanang/2009/07/23/peningkatan-kualitas-pembelajaran-sejarah-dan/
http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi-kebudayaan-daerah/